Penyebab Utama Man United Seimbang Melawan Tottenham. Malam Minggu di Tottenham Hotspur Stadium, 8 November 2025, jadi saksi drama akhir yang bikin penggemar Manchester United was-was hingga detik terakhir. Pertandingan pekan ke-11 Premier League musim 2025/2026 berakhir imbang 2-2, di mana United sempat unggul lewat gol Bryan Mbeumo di menit 32, tapi Tottenham balas ganas dengan Mathys Tel di 84 dan Richarlison di 90+1, sebelum Matthijs de Ligt selamatkan muka dengan sundulan di 90+6. Hasil ini perpanjang rekor tak terkalahkan United jadi lima laga di bawah Ruben Amorim, tapi juga ungkap lubang-lubang yang bikin posisi ketujuh klasemen terasa rapuh—hanya tujuh poin dari puncak. Di balik euforia equalizer terakhir, penyebab utama imbang ini jelas: pertahanan lengah fase akhir, serangan mandul babak kedua, dan cedera Benjamin Sesko yang ubah dinamika. Amorim akui pasca-laga: “Kami punya banyak peluang, tapi detail kecil yang biaya poin.” Ini bukan kekalahan, tapi pelajaran pahit di derby London yang sengit, di mana possession 55 persen United tak cukup lawan comeback Spurs. Cerita ini tunjukkan United lagi bangkit, tapi masih butuh polesan untuk jadi penantang gelar. BERITA TERKINI
Kelemahan Pertahanan di Fase Akhir yang Fatal: Penyebab Utama Man United Seimbang Melawan Tottenham
Penyebab utama imbang ini ada di lini belakang United yang bolong di 15 menit terakhir, di mana dua gol Tottenham lahir dari kelengahan yang tak bisa dimaafkan. Gol Tel di menit 84 datang dari umpan silang Xavi Simons yang tak terbendung: De Ligt dan Harry Maguire terlambat bereaksi, biarkan striker Prancis itu lepas sundulan bebas ke gawang André Onana—sebuah kesalahan posisi yang Amorim sebut “bodoh” karena tim mundur terlalu dalam. Lebih parah, gol Richarlison di 90+1 lahir dari tendangan melengkung Wilson Odobert yang cuma butuh sentuhan tipis; lini belakang sudah ambruk, dengan Maguire kalah duel udara dan Onana tak punya ruang gerak.
Statistik pilu: United kebobolan 60 persen gol musim ini di fase akhir, rata-rata 0,9 gol per 15 menit terakhir, tertinggi kedua di papan atas setelah tim zona bawah. Ini bukan kebetulan; sejak Amorim ganti taktik ke 3-4-3, transisi cepat lawan tim seperti Spurs jadi racun—mereka kalah 10 duel fisik di menit 75-90, kontras dominasi awal. Maguire, meski solid udara (menang 4 dari 5), lambat lawan kecepatan Tel, sementara De Ligt—pahlawan akhir—sering lengah, rating 6.2-nya tak pantas untuk kapten sementara. Amorim harus perbaiki: latih pressing kolektif lebih ketat dan rotasi bek untuk tambah kecepatan, mungkin tarik Manuel Ugarte lebih dalam. Tanpa itu, equalizer De Ligt cuma tambal sulam—United butuh fondasi kuat agar dominasi tak berujung poin hilang.
Mandulnya Serangan Babak Kedua yang Bikin Frustrasi: Penyebab Utama Man United Seimbang Melawan Tottenham
Serangan United mandul total di babak kedua jadi biang kerok lain, di mana setelah unggul 1-0, lini depan seperti kehilangan arah—hanya satu tembakan on target dari 12 upaya, kontras delapan on target babak pertama. Mbeumo buka skor sundulan indah dari umpan Bruno Fernandes di menit 32, tapi setelahnya peluang emas terbuang: solo run Sesko di menit 58 melebar tipis, header lemah di 72, dan tembakan Rashford digagalkan Vicario di 65. Tanpa gol tambahan, United biarkan Spurs comeback, dengan possession turun jadi 48 persen babak kedua karena kurang variasi.
Ini akar ketergantungan individu: 40 persen gol musim ini dari Mbeumo dan Sesko, sisanya sporadis—Fernandes beri satu key pass saja, jauh dari performa Oktober dengan tiga assist. Rashford dan Garnacho di sayap kurang efektif: Rashford dribel gagal tiga kali, Garnacho tak ciptakan peluang signifikan. Amorim coba adaptasi dengan switch ke 4-3-3 di menit 70, tapi terlambat—tim kehilangan momentum, kalah duel bola di kotak penalti lawan. Statistik xG bilang United underperform 1,1 gol, bukti finishing buruk. Penyebabnya? Kurang latihan kombinasi; Amorim perlu diversifikasi, integrasikan Amad Diallo lebih awal untuk kecepatan sayap. Mandul ini bukan hoki buruk, tapi PR taktik: serangan haus gol awal, tapi mati suri saat dibutuhkan.
Cedera Sesko dan Adaptasi Lambat yang Ubah Dinamika
Cedera Benjamin Sesko di menit 88 jadi pukulan telak yang percepat kehancuran, ubah dinamika serangan United dari potensial menang jadi bertahan panik. Striker Slovenia ini jatuh usai duel udara dengan Pedro Porro, lutut kiri bermasalah—MRI awal sebut grade one sprain, absen 1-3 minggu. Sebelum cedera, Sesko gagal konversi dua peluang emas, tapi absennya biarkan lini depan tanpa target man, paksa Zirkzee masuk yang kurang siap—Belanda itu cuma 12 sentuhan, tak ciptakan ancaman.
Ini tambah lapisan adaptasi lambat Amorim: skuad baru gabung, chemistry masih mentah—United kalah 8 duel fisik babak akhir, kontras Oktober di mana menang 60 persen. Substitusi Odobert Spurs di babak kedua ubah dinamika, sementara Amorim telat tarik Sesko dan ganti Hojlund yang pincang. Mental juga: setelah unggul, tim santai, biarkan comeback dalam tujuh menit. Amorim akui “kurang lapar”, dan ini PR besar: bangun ketahanan lewat simulasi, fleksibelkan taktik. Cedera ini bukan akhir—prognosis positif—tapi ingatkan rotasi striker butuh kedalaman, mungkin pinjam Mbeumo permanen. Adaptasi lambat ini biaya poin, tapi juga peluang reset di jeda internasional.
Kesimpulan
Imbang 2-2 lawan Tottenham lahir dari penyebab utama yang saling terkait: pertahanan bolong fase akhir, serangan mandul babak kedua, dan cedera Sesko yang ubah segalanya. Amorim punya modal bagus—lima laga tak kalah—tapi detail kecil seperti finishing dan adaptasi jadi kunci bedakan poin penuh atau hilang. United posisi ketujuh dengan 16 poin, tapi polesan cepat bisa angkat mereka ke top four. Derby ini pahit, tapi pelajaran emas: sepak bola tak ampuni lengah. Di Premier League brutal, United siap bangkit—dengan skuad haus, mimpi gelar masih hidup. Sampai laga Everton nanti, fokuslah pada perbaikan; poin hilang tak kembali, tapi kemenangan depan bisa ubah cerita.