Kenapa Jadon Sancho Gagal di Manchester United. Pada 13 November 2025, mantan pelatih Manchester United Ole Gunnar Solskjaer membuka rahasia lama soal kegagalan Jadon Sancho di Old Trafford. Dalam wawancara di podcast The Overlap, Solskjaer sebut infeksi telinga parah yang dialami Sancho awal kedatangannya sebagai faktor “tak beruntung” utama. Winger Inggris berusia 25 tahun ini tiba dari Borussia Dortmund pada 2021 dengan biaya 73 juta poundsterling, penuh harapan jadi bintang sayap kanan. Tapi empat tahun kemudian, Sancho justru pinjaman ke Aston Villa, di mana ia gagal cetak gol atau assist dalam delapan laga musim ini. Kegagalan ini bukan satu faktor, tapi campuran adaptasi buruk, konflik internal, dan tekanan mental. Di tengah musim Premier League yang sengit, cerita Sancho jadi pelajaran pahit bagi rekrutmen mahal. Apakah ini akhir karirnya di level top, atau kesempatan bangkit? Mari kita kupas alasan di balik mimpi yang pupus. REVIEW FILM
Adaptasi Awal yang Terhambat Masalah Kesehatan: Kenapa Jadon Sancho Gagal di Manchester United
Kedatangan Sancho ke Manchester United seharusnya jadi pesta, tapi awalnya malah jadi mimpi buruk diam-diam. Solskjaer ungkap bahwa tak lama setelah tiba Agustus 2021, Sancho kena infeksi telinga serius yang bikin ia dirawat di rumah sakit selama dua minggu. “Ia datang dengan kondisi tak ideal, dan itu pengaruh besar pada ritme awalnya,” kata Solskjaer. Infeksi ini bukan cuma fisik—ia ganggu konsentrasi dan kepercayaan diri, saat Sancho seharusnya langsung integrasi ke skuad yang sedang bangun momentum pasca musim buruk.
Di Dortmund, Sancho raja sayap dengan 50 gol dan 64 assist dalam empat tahun, main bebas di sistem fluid Lucien Favre. Tapi di United, ia hadapi tekanan ekspektasi instan: penggemar harap ia isi kekosongan setelah kepergian Daniel James. Musim pertama, ia main 29 laga liga tapi cuma tiga gol—angka jauh di bawah 12 gol di Bundesliga 2020/2021. Solskjaer coba adaptasi dengan geser ia ke posisi false nine kadang-kadang, tapi infeksi telinga bikin Sancho absen pramusim dan latihan kunci. Hasilnya? Ia kesulitan bangun chemistry dengan Bruno Fernandes atau Marcus Rashford, sering terlihat ragu di duel satu lawan satu. Masalah kesehatan ini, yang baru terungkap sekarang, jadi kunci: tanpa fondasi fisik kuat, transisi dari Jerman ke Inggris terasa seperti lompatan terlalu jauh.
Konflik dengan Pelatih: Dari Solskjaer ke Ten Hag yang Memuncak: Kenapa Jadon Sancho Gagal di Manchester United
Setelah Solskjaer pergi November 2021, harapan Sancho naik di bawah Ralf Rangnick—tapi justru turun. Interim Jerman itu coba terapkan gaya gegenpressing, tapi Sancho, yang lebih suka permainan possession Dortmund, kesulitan. Ia main 38 laga musim 2021/2022 tapi cuma tiga gol lagi, dengan assist naik ke enam berkat peran lebih dalam. Masalah mental mulai muncul: laporan bilang Sancho merasa “terisolasi” di Manchester, jauh dari keluarga dan teman di Jerman.
Puncaknya datang musim 2023/2024 di bawah Erik ten Hag. Pelatih Belanda ini kritik performa Sancho di pramusim, sebut ia “kurang tajam” dan tak siap kompetisi. Konflik meledak September 2023: setelah dibangku cadangkan lawan Arsenal, Sancho balas via media sosial bilang tuduhan Ten Hag “bohong”. Hasilnya? Sanksi internal: Sancho dikucilkan dari skuad utama, latih sendirian selama empat bulan. Ten Hag minta maaf publik dari Sancho sebagai syarat kembali, tapi winger itu tolak—malah pinjam ke Dortmund Januari 2024. Di sana, ia bangkit: 12 gol dan 13 assist di akhir musim, bantu Dortmund final Liga Champions. Tapi konflik ini soroti ketidakcocokan: Ten Hag suka disiplin ketat, Sancho butuh kebebasan kreatif. Kembali musim panas 2024, ia cuma dapat cameo sebelum pinjam lagi ke Aston Villa Agustus 2025—bukti hubungan retak tak sembuh.
Pinjaman ke Villa dan Pelajaran Rekrutmen Buruk
Pinjaman Sancho ke Aston Villa musim 2025/2026 seharusnya jadi kesempatan baru, tapi awalnya mandek. Di bawah Unai Emery, ia main delapan laga tapi nol kontribusi gol—terakhir diganti cepat lawan Manchester City Oktober lalu, dengan reaksi frustrasi yang viral. Villa, yang incar empat besar, beri Sancho peran sayap kanan, tapi ia kesulitan adaptasi ke gaya Emery yang pressing tinggi. Cedera ringan bahu September tambah beban, bikin ia absen tiga minggu. Ini ulangi pola: Sancho brilian di Dortmund (sistem yang cocok), tapi gagal di Inggris karena tekanan dan ketidakcocokan taktik.
Lebih luas, kegagalan Sancho jadi kasus studi rekrutmen buruk United. Biaya 73 juta plus add-ons capai 88 juta, tapi ia sumbang cuma 12 gol di 82 laga liga—return investasi nol. Klub gagal antisipasi transisi budaya: dari Jerman santai ke Manchester yang brutal media. Masalah mental tambah: Sancho pernah bicara soal bullying online dan tekanan rasial, yang ganggu fokusnya. United, yang habiskan miliaran sejak 2013, sering beli talenta mentah tanpa rencana integrasi. Pinjaman ini, dengan opsi beli 25 juta, bisa jadi akhir—jika Villa beli, United untung minim tapi lepas beban gaji 250 ribu pound per minggu.
Kesimpulan
Kegagalan Jadon Sancho di Manchester United akarnya dalam: infeksi telinga awal yang hambat adaptasi, konflik pelatih yang picu pengasingan, dan rekrutmen buruk yang abaikan kebutuhan mentalnya. Dari bintang Dortmund yang penuh janji jadi pinjaman abadi di Villa, cerita ini tunjukkan betapa rapuhnya transfer mahal tanpa dukungan. Solskjaer ungkapkan “tak beruntung”, tapi sebenarnya ada pelajaran sistemik: klub harus bangun ekosistem, bukan cuma beli nama. Bagi Sancho, usia 25 masih beri harapan—sukses di Villa bisa buka pintu baru. United? Mereka butuh introspeksi sebelum belanja lagi. Di sepak bola, talenta tak cukup; butuh kesabaran dan kecocokan. Sancho mungkin gagal di sana, tapi karirnya baru mulai—dan itu yang bikin cerita ini tak pernah usai.