Tidak Ada yang Memarahi Vinicius Saat di Ruang Ganti El Clasico. Malam El Clasico pada 26 Oktober 2025 di Camp Nou masih meninggalkan jejak panas bagi Real Madrid, terutama soal ledakan emosi Vinicius Junior. Saat diganti di menit ke-75 dengan skor 1-1, bintang Brasil itu tak kuasa tahan frustrasi: lempar rompi ke bangku cadangan, gumam kata-kata kesal, dan langsung berjalan ke lorong tanpa menoleh. Kemenangan tipis 2-1 berkat gol Rodrygo di menit akhir jadi obat manis, tapi sorotan beralih ke ruang ganti—di mana laporan bilang tak ada satu pun rekan setim yang memarahinya. Malah, suasana justru penuh pengertian, dengan pelatih Xabi Alonso dan kapten Dani Carvajal pilih pendekatan empati daripada hukuman. Di usia 25 tahun, Vinicius sudah jadi ikon Madrid dengan 11 gol musim ini, tapi insiden ini ungkap sisi rentan dari pemain yang sering hadapi tekanan luar biasa. Bagi Los Blancos yang kini kuasai posisi kedua La Liga dengan 22 poin, momen ini jadi pelajaran: bagaimana tangani emosi di tengah rivalitas sengit, tanpa rusak harmoni tim yang baru dibangun Alonso sejak musim panas. BERITA TERKINI
Ledakan Emosi Vinicius: Frustrasi yang Tak Terbendung: Tidak Ada yang Memarahi Vinicius Saat di Ruang Ganti El Clasico
Vinicius Junior bukan orang asing dengan momen panas, tapi El Clasico kali ini terasa beda. Gol pembuka indahnya di menit ke-12—tendangan melengkung ke sudut atas gawang Marc-Andre ter Stegen—seolah janji malam sempurna. Tapi saat Alonso tarik ia demi Rodrygo, segalanya berubah. Kamera tangkap ekspresi wajahnya: mata melotot, tangan mengepal, dan gumaman “Saya sudah selesai dengan tim ini” yang bocor ke media. Ia tolak jabat tangan pelatih, berjalan cepat ke lorong, dan bahkan tak mau duduk di bangku cadangan—langsung menuju ruang ganti. Ini bukan tantrum biasa; bagi Vinicius, yang sudah hadapi rasisme brutal di La Liga, substitusi ini seperti pukulan atas kontribusi musimnya.
Frustrasi itu lahir dari konteks lebih luas. Sejak Alonso ambil alih, Vinicius diganti dini di tujuh dari 10 startnya, meski statistiknya cemerlang: 11 gol, delapan assist, dan rata-rata 2,5 dribel sukses per laga. Ia anggap dirinya motor serangan utama, terutama dengan adaptasi lambat Kylian Mbappe. Di laga sebelumnya kontra Bayern Munich, ia juga protes saat diganti, tapi kali ini lebih meledak karena tekanan Clasico—rivalitas yang selalu bikin emosi memuncak. Analisis pasca-laga tunjukkan Madrid dominasi 62 persen penguasaan bola saat Vinicius main, tapi Alonso pilih rotasi untuk jaga stamina di jadwal padat. Bagi pemain muda seperti ia, ini ujian kedewasaan: bagaimana ubah kemarahan jadi motivasi, bukan beban tim.
Suasana Ruang Ganti: Pengertian, Bukan Kemarahan: Tidak Ada yang Memarahi Vinicius Saat di Ruang Ganti El Clasico
Yang bikin insiden ini unik: tak ada marah di ruang ganti. Saat Vinicius masuk, pintu tertutup rapat, tapi laporan dari sumber dekat tim bilang suasana justru tenang. Rekan setim seperti Jude Bellingham dan Federico Valverde langsung dekati ia, bukan untuk ceramah, tapi peluk bahu dan bilang “Kamu sudah beri segalanya, bro.” Carvajal, kapten yang paham tekanan kepemimpinan, pilih diam dulu—lalu ajak Vinicius ikut rayakan gol Rodrygo lewat monitor. Tak ada teriakan atau hukuman instan; malah, Alonso masuk terakhir setelah peluit akhir, tepuk bahu Vinicius, dan bilang singkat: “Ini untuk tim, tapi besok kita bicara.”
Ini kontras dengan kasus serupa di klub lain, di mana tantrum pemain muda sering picu konflik internal. Di Madrid, budaya Alonso—warisan dari era Ancelotti—tekan empati atas disiplin kaku. Ia paham Vinicius: pemain yang lahir dari akademi Flamengo, hadapi rasisme di Valencia 2023, dan kini jadi simbol perlawanan. Di ruang ganti, obrolan ringan soal gol Vinicius awal laga bantu redam api—bahkan Mbappe, rekan baru, kirim pesan dukungan: “Kamu bintang kami, tenang.” Hasilnya, tim keluar dari ruang ganti lebih solid, dengan foto tim pasca-laga tunjukkan senyum Vinicius meski mata masih merah. Suasana ini ingatkan bahwa di sepak bola elit, pengertian bisa selamatkan harmoni lebih cepat daripada marah.
Dukungan Eksternal dan Respons Vinicius: Langkah Menuju Rekonsiliasi
Tak lama setelah laga, dukungan mengalir deras. Mantan gelandang Madrid Toni Kroos, yang pensiun musim panas, bela Vinicius di podcastnya: “Ia punya hak marah, tapi hatinya untuk tim. Jangan hakim dari satu momen.” Kroos, yang kenal Vinicius dari era bersama, sebut ini “bagian dari pertumbuhan,” mengingatkan tantrum serupa yang ia lakukan dulu di Bayern. Di media sosial, fans Madrid mayoritas dukung—hashtag #ViniEsRey tayang jutaan kali, dengan meme lucu soal “marahnya lebih cepat dari larinya.” Alonso sendiri, di konferensi pers 27 Oktober, bilang: “Vinicius lapar kemenangan, itu yang kami butuh. Kami sudah bicara, dan itu selesai.”
Vinicius respons cepat: pagi 28 Oktober, ia posting Instagram dengan foto pelukan Alonso, caption: “Tak ada yang tersinggung, ini keluarga. Terima kasih dukungannya.” Ia jelaskan di wawancara: “Saya tak mau menyinggung siapa pun, cuma frustrasi karena ingin bantu lebih. Tapi tim menang, itu yang penting.” Ini langkah dewasa, terutama setelah rumor hukuman seperti denda atau absen laga berikutnya. Manajemen Madrid pilih pendekatan pribadi: pertemuan kecil dengan Alonso dan direktur olahraga, fokus visi musim—termasuk target Liga Champions kontra Dortmund minggu depan. Respons ini tunjukkan maturitas Vinicius: dari anak muda impulsif jadi pemimpin, mirip Bellingham yang juga belajar dari kesalahan awal karir.
Kesimpulan
Insiden Vinicius Junior di ruang ganti El Clasico—di mana tak ada marah, malah penuh pengertian—jadi cerita positif di tengah drama rivalitas. Dari ledakan emosi pinggir lapangan hingga dukungan rekan dan pelatih, momen ini ungkap kekuatan Madrid di bawah Alonso: tim yang paham frustrasi individu demi tujuan kolektif. Vinicius, dengan respons cepatnya, bukti pertumbuhan—siap jadi ikon tanpa beban masa lalu. Bagi Los Blancos, ini suntik semangat untuk laga-laga krusial depan, di mana harmoni ruang ganti sering kali selamatkan musim. Di La Liga yang tak kenal lelah, cerita seperti ini ingatkan: sepak bola bukan soal sempurna, tapi bagaimana bangkit bersama. Vinicius dan Madrid maju dengan kepala tegak, siap ukir babak selanjutnya di Santiago Bernabeu.